Inti kontinen Asia Tenggara, Sundaland, disusun oleh fragmen Gondwana menuju Asia Tenggara pada Paleozik Akhir dan Mesozoik Awal. Dari Jurasik, kebanyakan bagian Indochina ke selatan melalui Semenanjung Thai-Malay merupakan daratan, yang kemungkinan dikelilingi oleh zona subduksi. Rekaman geologi yang terbatas memberikan gambaran bahwa bagian interior kebanyakan merupakan tempat pengendapan sedimen klastik terrestrial selama Jurasik dan Kapur Awal (Abdullah, 2009; di dalam Hall, 2013).
Blok-blok kontinen bertambah pada Kapur Awal hinga awal Kapur Akhir membentuk Kalimantan, Sulawesi Barat, dan Jawa. Fragmen tersebut telah terpisah dari Australia pada Jurasik Akhir dan berkahir dengan subduksi di sekitar semenanjung Asia Tenggara pada 90 Ma serta terbentuk busur dalam samudera (intra-oceanic arcs) Woyla di Sumatera.
Clements et al (2011) dalam Hall (2013), mengatakan bahwa akhir subduksi tersebut berkontribusi terhadap naiknya Sundaland secara luas, ditandai dengan ketidakselarasan regional. Batuan di bawah ketidakselarasan merupakan batuan berumur Kapur atau lebih tua, ditumpangi oleh batuan berumur Eosen atau lebih muda. Hal ini mendukung, bahwasannya Sundaland merupakan dataran yang muncul ke permukaan dan pegunungan, didukung dengan adanya polen konifer Laurasian di batupasir Sarawak dari Akhir Kapur hingga Eosen Tengah. Di akhir Kapur, subduksi lanjut dibawah Sulawesi Barat dan menerus selama Paleosen.
Kenozoik: Paleogen
Fenomena geologi yang berpengaruh pada zaman ini yaitu kolisi antara India dan Asia serta dimulainya kembali subduksi di Sundaland sekitar 45 Ma. Menurut Hall (2013), subduksi yang terjadi dibawah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan berhenti sekitar 90 Ma dan lanjut kemudian sekitar 45 Ma sebagaimana Australia dan Antartika berpisah serta Australia bergerak kearah utara dengan cepat. Hal ini dibuktikan dengan hampir tidak adanya batuan beku yang berhubungan dengan zona subduksi pada zaman antara 90 Ma sampai dengan 45 Ma. Inisiasi subduksi berasosiasi dengan perubahan di daratan yang luas dan pemekaran di batas Sundaland sehingga mengakibatkan kebanyakan wilayah Sundaland memiliki topografi rendah. Sungai yang memberikan suplai sedimen ke batas Sundaland yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan Tenggara, dan Sarawak, mengindikasikan masih adanya bagian interior Sundaland yang masih memiliki topografi tinggi termasuk Semenanjung Malaya dan Pegunungan Schwaner di Kalimantan Baratdaya (Gambar 1). Topografi saat itu bervariasi dengan permukaan laut yang fluktuatif, tetapi dari Eosen hingga Miosen Akhir sebagian besar Sundaland bagian barat adalah terrestrial dengan pengendapan di cekungan sedimen didominasi oleh fluviatil dengan banyak danau air tawar.
Gambar 1.
Paleogeografi 60 Ma-Paleosen (Hall, 2013)
Pemekaran di batas tenggara Sundaland kemungkingan disebabkan oleh perkembangan zona subduksi baru, memisahkan Sulawesi Barat dari Kalimantan dan membentuk selat Makasar. Selama Oligosen selat Makasar menjadi luas dan sebagai penghalang laut dalam di dalam Sundaland. Sulawesi Barat secara fisik terisolasi dari sebagian besar Sundaland tetapi termasuk bagian daratan yang secara kontinyu memberikan suplai sedimen ke laut disekitarnya (Gambar 2). Sundaland Tenggara dari Sulawesi Selatan hingga Jawa Timur merupakan zona pengendapan karbonat laut dangkal.
Gambar 2.
Paleogeografi 30 Ma-PaleosenOligosen Tengah
Pada batas Sundaland selama Eosen dan Awal Miosen
merupakan busur volkanik. Eosen merupakan tahap
awal terbentuknya busur di tepi Sundaland dengan pusat volkanik berada pada
lingkungan darat dan beberpa membentuk pulau di dataran pantai. Kemudian,
transgresi membentuk Pegunungan Barisan sebagai kemenerusan semenanjung Malaya
pada Miosen Awal. Dari Eosen hingga Miosen Awal, proto-Laut Cina Selatan
subduksi kearah selatan dibawah bagian utara Kalimantan. Daerah laut dalam
disekitar daerah subduksi tersebut diendapkan sedimen kaya kuarsa dari
semenanjung Malaya-Thai dan Pegunungan Schwaner sebagai implikasi dari adanya
sumber granitik.
Kenozoik:
Neogen
Pada Miosen Awal, proto-Laut China Selatan
tereliminasi oleh subduksi, menghasilkan kolisi antara kerak China Selatan
dengan busur volkanik Sabah-Cagayan menyebabkan bertambahnya area daratan di
Kalimantan, Sabah, dan Palawan. Australia mulai kolisi dengan Sundaland
Tenggara sekitar 23 Ma (Gambar 3)
membentuk gunung di Kalimantan, Sulawesi, dan busur Banda.
Pada batas Sundaland
selama Eosen dan Awal Miosen merupakan busur volkanik. Eosen merupakan tahap
awal terbentuknya busur di tepi Sundaland dengan pusat volkanik berada pada
lingkungan darat dan beberpa membentuk pulau di dataran pantai. Kemudian,
transgresi membentuk Pegunungan Barisan sebagai kemenerusan semenanjung Malaya
pada Miosen Awal. Dari Eosen hingga Miosen Awal, proto-Laut Cina Selatan
subduksi kearah selatan dibawah bagian utara Kalimantan. Daerah laut dalam
disekitar daerah subduksi tersebut diendapkan sedimen kaya kuarsa dari
semenanjung Malaya-Thai dan Pegunungan Schwaner sebagai implikasi dari adanya
sumber granitik.
Gambar 3.
Paleogeografi 20 Ma-Miosen Akhir (Hall, 2013)
Referensi
Hall,
R. (2013): The paleogeography of Sundaland and Wallacea since Late Jurassic. J. Limnol (s2): 1-17
No comments:
Post a Comment