Jenis Sistem Pembangkit Listrik Geothermal

Geothermal merupakan energi yang dapat diperbaharui jika dilihat secara relatif terhadap jangka waktu hidup manusia. Walaupun, energi geothermal tergolong “green energy” namun harus tetap menjaga agar energy geothermal menjadi energi yang berkelajutan dalam artian dapat terus dimanfaatkan dengan memperhatikan juga dampak terhadap lingkungan.
Namun, pemanfaatan energi geothermal itu sendiri kurang maksimal terutama di Indonesia yang memiliki potensi mencapai 29,215 GWe. Padahal energi geothermal memiliki banyak sekali keuntungan yang dapat diperoleh dibandingkan dengan energi terbarukan lainnya seperti energi gelombang laut, angin dan arus laut. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut.
o  Tingkat ketersediaan yang tinggi (> 98% dan 7.500 jam operasi / tahun yang umum) (Eliasson dkk, 2011)
o  Emisi hampir mendekati nol emisi.
o  Penggunaan lahan yang relatif tidak luas
o  Polusi atmosfer yang tergolong rendah
Pada umumnya reservoir geothermal yang digunakan untuk pembangkit energi panas bumi di dunia bersuhu sekitar 200oC – 350oC yang terdapat pada kedalaman 1200 m – 3000 m contohnya terdapat di beberapa negara seperti Iceland, USA, Indonesia, dan Jepang. Semua manfaat tadi akan tercapai bila dengan pengolahan yang baik dan benar. Untuk itu perlu adanya pengetahuan bagaimana power plant atau pembangkit listrik tenaga panas bumi ini bekerja.
Ada empat jenis design atau sistem pembangkit listrik yaitu dry steam power plants, flash steam power plants, binary geothermal power plants, flash/binary combined cycle. Di dunia kapasitas yang panas bumi yang telah terpasang sebesar 10717 MW di tahun 2010 dengan distribusi sistem pembangkit listrik yaitu 29% dry steam, 37% single flash, 25% double flash, 8% binary/ combined cycle/hybrid, and 1% backpressure (Geothermalcommunities.eu).
         Pertama, dry steam power plants (DSPP) terbagi menjadi dua jenis yaitu non-condesing dan condensing. DSPP menggunakan sistem langsung artinya menggunakan uap jenuh atau sangat panas dengan tekanan diatas atmosfer dari reservoir yang lebih didominasi uap dan langsung dapat dialirkan ke turbin. Perbedaan antara keduanya hanya terdapat atau tidaknya kondensor. Dry steam non-condesing mengalirkan uap dari lubang sumur menuju turbin dan akan habis ke atmosfer tanpa melalui kondensor pada ujung pintu keluar turbin. Sedangkan condensing, uap tidak langsung dibuang tapi dilewatkan kondensor dimana suhu tetap dijaga sekita 35oC sampai 45oC. Pembangkit listrik dengan siklus tanpa kondensasi ini membutuhkan sekitar 15 sampai 25 kg uap per kWhe untuk menghasilkan listrik. Sedangkan dengan kondensasi lebih banyak memiliki keuntungan yaitu pemanfaatan uap yang efisien dan mampu mengurangi polusi pada atmosfer. Sisi negatifnya adalah karena sistem ini membutuhkan pendingin dan sistem yang kompleks serta biaya perawatan yang lebih mahal membuat biaya konstruksi lebih banyak

Gambar 1. Diagram Skema Dry Steam Non-Condensing Power Plant



(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Gambar 2. Diagram Skema Dry Steam Condensing Power Plant

(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Kedua, flash steam power plants terdapat dua jenis yaitu single flash cycle dan double flash cycle. Single flash terdapat dua jenis yaitu condensing system dan back pressure system. Condensing system menggunakan pemisah dua fasa fluida yang berasal dari sumur yaitu antara air dan uap. Air yang terpisah akan dialirkan pada sistem biner atau disuntikkan kembali ke reservoir. Sedangkan uap dialirkan ke turbin dan kondensor pada tekanan vakum. Pada sistem ini dibutuhkan sekitar 6000 kg – 9000 kg uap untuk menghasilkan setiap MW perjamnya. Back pressure system juga memiliki separator namun sistem ini tidak memiliki kondensor. Istilah back pressure memiliki definisi tekanan buang pada turbin jauh lebih tinggi daripada sistem condensing system. Karena itu, sistem ini jauh lebih banyak memakan uap daripada condensing system. Walaupun biaya pemasangan murah dan mudah dalam pemasangan tetapi penggunaan uap tidak efisien sekitar 10 sampai 20 ton uap dibutuhkan untuk menghasilkan setiap MW perjamnya. Double flash cycle tidak jauh berbeda dengan dengan single flash cycle. Pada sistem double menggunakan dua tahap pemisahan yang hasilnya akan terdapat dua sumber tekanan pada turbin. Uap bertekanan tinggi dari pemisah pertama dicampur dengan uap bertekanan rendah dari pemisah kedua untuk menghasilkan tenaga ekstra. Sisa air dari pemisah kedua akan disuntikkan kembali ke reservoir.

Gambar 3. Diagram Skema Single Flash Condensing System Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Gambar 4. Diagram Skema Single Flash Back Pressure System Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Gambar 5. Diagram Skema Double Flash Condensing System Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Ketiga, binary geothermal power plants. Pembangkit biner menggunakan dua fluida yang memiliki titik didih yang berbeda. Dua jenis fluida tersebut adalah fluida yang berasal dari reservoir panas bumi yang disebut fluida primer dan fluida kerja yang berasal dari penambahan manual yang memiliki titik didih yang lebih rendah dari fluida primer. Fluida kerja yang dipakai dapat berupa isopentana, freon, dan amonia. Energi panas dari fluida primer digunakan untuk memanaskan fluida kerja dalam siklus tertutup kemudian fluida kerja diuapkan untuk memutar turbin. Kedua fluida tidak tercampur melainkan terpisah jadi energi panas dari fluida primer ditransfer melalui heat exchanger atau penukar panas.
Pembangkit biner efektif untuk reservoir panas bumi yang memiliki suhu rendah atau dibawah 170oC. Pembangkit jenis ini bergantung pada suhu fluida primer dan fluida kerja yang dipilih. Pada umumnya pembangkit biner memiliki efisiensi sekitar 7 – 12% (Geothermalcommunities.eu).

Gambar 6. Diagram Skema Binary System Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

 Keempat, combined cycle. Terdapat dua jenis untuk sistem ini yaitu bottoming binary (BBB) system dan spent steam bottoming binary (SSBB) system. BBB adalah gabungan dari single flash condensing system  dan binary system sebagai unit dasarnya. Setelah fluida primer dipisah melalui separator uap kering dialirkan menuju turbin dan kondensor sedangkan air sisa yang masih memiliki panas digunakan untuk meguapkan cairan kerja kemudian dialirkan ke turbin sehingga terdapat energi tambahan untuk memutar turbin. Sedangkan SSBB merupakan gabungan dari back pressure system dan binary system. Perbedaan dengan BBB adalah SSBB menggunakan uap dari hasil kondensasi pada pre-heater dan evaporator dan tidak lagi menggunakan air sisa dari separator.

Gambar 7. Diagram Skema Brine Bottoming Binary (BBB) system Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu)

Gambar 8. Diagram Skema Spent Steam Bottoming Binary (SSBB) System Power Plant
(Sumber : Geothermalcommunities.eu) 


Sehingga, dapat dipelajari dari depalan design pembangkit listrik sistem BBB dan SSBB dapat menghasilkan energi yang cukup besar dan lebih efektif daripada sistem yang lainnya.


  Info seputar energi dan sumber daya mineral dapat mengunjungi website Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia di www.esdm.go.id

       #15HariCeritaEnergi
       #HariKeempat
       #KESDMRI

Referensi

Elliason,dkk.2011.Geothermal Power Plants.Iceland. Halaman 2-7
Geothermal Energy Association.2014.Geothermal 101 Basics of Geothermal Energy. GEA Publications Halaman 10-13

Geothermalcommunities.eu.Geothermal Energy For Power Generation.Halaman 3-29.








No comments:

Post a Comment