POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA ANGIN (PLTA) di Indonesia
Keterbatasan energi listrik dan
tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta masalah lain yang ramai
diperbincangkan terkait proses penambangan adalah efek atau dampak yang dihasilkan
dari proses penambangan. Hal ini membuat pemerintah harus tanggap untuk mecari
solusi dari permasalahan tersebut dengan mencari sumber daya lain.
Dunia sedang mengalami darurat
polusi udara, menurut data yang dikeluarkan
oleh WHO sebanyak 90 persen warga dunia menghirup udara kotor. Kondisi tersebut
sama memprihatinkan dengan yang terjadi di Indonesia. Untuk menyelesaikan
masalah ini solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan pemanfaatan energi baru
terbarukan. Definisi energi terbarukan itu sendiri menurut Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral adalah energi yang dapat diperbaharui dan apabla
dikelola dengan baik, sumber daya itu tidak akan habis. Salah satu energi
terbarukan yang cukup potensial di Indonesia adalah energi bayu atau disebut juga
energi angin. Saat ini, energi angin
merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang belum mendapat perhatian
cukup. Hal ini kemungkinan disebabkan pemahaman dari kebanyakan masyarakat
bahwa Indonesia tidak memiliki kecepatan angin yang memadai. Memang secara umum
wilayah Indonesia memiliki potensi relatif kecil karena terletak di garis
khatulistiwa. Namun, terdapat wilayah Indonesia yang berpotensi untuk dibangun
pembangkit listrik tenaga angin (PLTA) yang merupakan wilayah nozzle effect atau penyempitan antara
dua pulau atau daerah lereng gunung antara dua gunung yang saling berdekatan diantaranya
adalah Pulau Jawa, sebagian selatan dan utara Pulau Sulawesi, sebagian besar
daerah NTT, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua dengan kecepatan angin lebih
dari 6 m/s.
Negara Cina telah memanfaatkan
energi angin untuk pemompaan lebih dari seribu tahun lalu. Di Eropa barat,
kincir angin mekanik untuk pemompaan atau penggilingan telah digunakan sejak
abad ke-13 dan di Amerika untuk pemompaan pada peternakan sejak awal abad
ke-18. Turbin
angin listrik juga
telah diaplikasikan oleh para petani di Amerika sejak tahun 1930. Diseminasi
pemanfaatan teknologi energi angin klasik tersebut berlangsung hingga
pertengahan abad ke 19, namun menghilang bersamaan dengan meluasnya aplikasi
pembangkitan listrik berbahan bakar fosil. Aplikasi teknologi energi angin
sebagai alternatif meluas kembali ketika harga bahan bakar minyak melonjak,
namun menyusut dengan cepat ketika harga bahan bakar minyak anjlok pada akhir
tahun 1985, kecuali yang kompetitif.
Berdasarkan data GWEC (Global
Wind Energy Council), pada tahun 2013, negara yang mempunyai kapasitas
total generator tenaga angin terbesar adalah Tiongkok dengan 91.412 MW. Amerika
Serikat dan Jerman di urutan kedua dan ketiga dengan kapasitas terpasang
masing-masing 61.091 MW dan 34.250 MW. Dari data GWEC juga terlihat bahwa
pertumbuhan pembangunan generator tenaga angin pada 2013 sebesar 12,5%, dengan
kapasitas global mencapai sekitar 318.137 MW, meningkat sekitar 200.000 MW
dalam lima tahun terakhir. Sedangkan
di Indonesia berdasarkan data Jurnal Kementrian ESDM Pengembangan
Tenaga Angin sampai dengan tahun 2013
berkapasitas sekitar 1,3 MW yang terinci sebesar 1,2 MW terinterkoneksi dengan
jaringan PLN yang disebut juga on-grid
serta sisanya sebesar 0,1 MW yaitu off-grid.
Teknologi dari energi angin nantinya
akan terus
mengalami kemajuan pesat, namun penurunan biaya pada aplikasi terhubung
jaringan lebih signifikan daripada di luar jaringan. Dilihat
dari aspek sosial ekonomi, pengembangan dari PLTB pada daerah pedesaan sangat berperan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selama ini penggunaan turbin angin
produk luar negeri dirasa mahal namun penggunaan
mikrohidro relatif lebih murah, tetapi hanya
untuk lokasi yang potensial dalam pengembangan PLTB. Gambarannya seperti biaya produksi energi
dengan turbin angin contohnya di Jepara, diestimasi sekitar 1500 - 4000 Rp/kWh.
Aplikasi turbin angin tersebut masih
memerlukan subsidi. Produksi turbin angin secara lokal dapat menurunkan biaya.
Semakin potensialnya BBM bagi perolehan devisa dan semakin perlunya pengurangan
emisi pembakaran, juga memungkinkan aplikasi turbin angin akan semakin berdaya
saing.
Perkembangan energi bayu masih belum tergolong optimal di Indonesia. Sudah seharusnya pemerintah dan golongan akademisi mengadakan
kajian-kajian tentang pengembangan sumber-sumber energi alternatif yang dapat
diperbaharui demi mendukung program diversifikasi
dan kebijakan energi hijau nasional yang tak terkecuali energi angin atau bayu
ini. Misalnya,
untuk kasus energi angin, sampai dengan tahun 2004, kapasitas terpasang dari
pemanfaatan tenaga angin hanya mencapai 0.5 MW dari 9.29 GW potensi yang ada.
Hal ini terutama karena terdapat beberapa kendala. Kendala yang terjadi antara
lain Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dianggap belum kompetitif dibandingkan
dengan energi fosil, hal ini di karenakan sumber daya manusia yang rendah.
Mereka belum sepenuhnya mengerti akan pengembangan dan penggunaan PLTB ini.
Selain itu rekayasa teknologi yang akan di pergunakan belum dapat di produksi
di dalam negeri karena untuk memproduksi pastinya akan membutuhkan banyak
syarat dan prosedur yang rumit, dan juga kurang adanya investor sebagai modal
awal. Kemudian kendala selanjutnya adalah belum tersedianya data potensi
sumber daya yang lengkap, karena masih terbatasnya kajian atau studi yang dilakukan. Hal ini
dikarenakan kajian pada beberapa peneliti masih belum di implementasikan dengan
nyata. Menurut ESDM pada
tahun 2005 kendala
yang mempengaruhi pemanfaatan energi bayu yang masih belum optimal di Indonesia
yaitu dikarenakan akses
masyarakat terhadap energi masih rendah dan kendala yang terakhir adalah kurangnya
partisipasi dari pemerintah dalam membantu pengadaan PLTB ini. Contoh nyatanya
adalah belum
terlihat adanya sense of urgency, antar
lembaga pemerintah kurang bersinergis
, dan masih
kurang dapat menyediakan insentif-insentif yang dibutuhkan dalam pengembangan energi bayu ini.
Info seputar energi dan sumber daya mineral dapat mengunjungi website Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia di www.esdm.go.id
#15HariCeritaEnergi
#HariKeduabelas
#KESDMRI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, "Instalasi Pembangkit Listrik Tenaga
Angin di Jepara dan Lombok Timur", Laporan
Intern, LAPAN, Jakarta, 1994.
Anonim, "DataAngin Untuk 70 Lokasi di
Indonesia", Laporan Intern, LAPAN, Jakarta, 1994.
Djojodihardjo, H., 1993. "Perkembangan Masa
Depan dan Pemilihan Teknologi
Ketenagalistrikan di
Indonesia", Makalah Utama pada Lokakarya Energi, KNI WEC,
Jakarta, 1993.
Moreno, R.Jr., 1986. "Guidelines For Assessing
Wind Energy Potential", Washington, D.C.:
Departemen Energi BankDunia.
Wisnu Ali Martono, R. 1996. "PembangkitListrik
Tenaga Hibrida (Pv-Angin-Diesel) Suatu
Perkiraan Biaya
Pembangkitan", Makalah Penunjang pada Lokakarya Energi XV,
Puspitek Serpong, Tangerang.
No comments:
Post a Comment