Kebijakan dan Regulasi dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Pemasalahan tentang enrgi bukan lagi menjadi masalah yang baru mulai dari penyediaan, pengelolaan, distribusi, hingga pada kebijakan. Ketergantungan terhadap energi fossil telah ramai diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal EBTKE pada tahun 2016 energi fossil masih menjadi primadona atau menjadi energi utama di Indonesia. Distribusi presentasi pemakaian energi fossil mencapai 90 persen yaitu minyak bumi sebesar 43%, batu bara 28,7%, gas bumi 22%, dan baru sekitar 6% pemanfaatan dari energi baru terbarukan (EBT). Pemanfaatan dalam bidang listrik EBT baru memasok sekitar 9,4 GW listrik pada tahun 2015 dengan rincian energi surya 0,3 GW; energi mikrohidro 0,3GW; energi bayu 0,4 GW; energi panas bumi (geothermal) 1,4 GW; bioenergi 1,9 GW; dan energi air sebesar 5,1 GW (Jurnal KESDM, 2016 Edisi 2).
        Namun, bukan berarti pengurangan energi fossil dan peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan merupakan hal yang sulit untuk dicapai Indonesia. Terbukti sedikit demi sedikit pemanfaatan EBT meningkat sebesar 0,36% setiap tahunnya mulai tahun 2010 hingga 2015 (Statistik 2016, Dirjen EBTKE). Diharapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi dapat tercapai bahwa pemanfaatan energi baru terbarukan harus ditingkatkan dan meminimalkan energi fossil yang pada tahun 2025 ditargetkan pemakaian EBT mencapai 23 persen.
Definisi energi baru yang dimaksud adalah energi yang berasal dari sumber energi baru sedangkan sumber energi baru dapat dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi terbarukan. Sedangkan sumber energi terbarukan dapat dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelala dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aiiran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisar laut. (UU No. 30 tahun 2007 Pasal 1).
Permasalahan energi bukan hanya menjadi masalah pemerintah namun juga semua lapisan masyarakat juga terlibat. Jika, ketergantungan terhadap energi fossil tidak berkurang maka bukan tidak mungkin Indonesia akan tenggelam oleh krisis ketahan energi. Terkait masalah itu Indonsia telah berusaha menetapkan berbagai langkah strategis dan juga regulasi hukum tentang pengembangan energi baru terbarukan khuusnya dalam panas bumi, konservasi energi, dan bioenergi.
Berdasarkan jurnal energi Kementrian ESDM, Indonesia memiliki lima langkah strategis yaitu pertama, dengan menambah kapasitas pembangkit untuk produksi energi. Dalam beberapa tahun ke depan, pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan digencarkan. Langkah kedua, dengan menambah penyediaan akses terhadap energi modern bagi daerah terisolasi, khususnya pembangunan energi perdesaan dengan mikrohidro, tenaga surya, biomassa, dan biogas. Ketiga , dengan mengurangi biaya subsidi BBM, dimana substitusi PLTD dengan pembangkit EBT dapat mengurangi subsidi. Sedangkan, langkah keempat dan kelima adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan penghematan energi besar-besaran.

A.             Panas Bumi
Langkah yang ditetapkan dalam pemanfaatan energi panas bumi pemerintah memiliki langkah berupa regulasi dan insentif bagi investor untuk meningkatkan potensi panas bumi.
Regulasi yang diberlakukan adalah sebagai berikut (KESDM, 2014).
1.      Undang-undang No. 21 Tahun 2014 tentang panas bumi
2.      PP No. 59 Tahun 2007 tentang kegiatan usaha panas bumi
3.      Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi baru, terbarukan, batubara, dan gas
4.      Serta Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2008 tentang mekanisme penetapan WKP, N0 2 Tahun 2009 tentang pedoman penugasan survei pendahuluan, No 17 Tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik dari PLTP dan uap panas bumi untuk PLTP oleh PT. PLN (Persero)

Insentif fiskal yang diberikan adalah sebagai berikut.
1.      PMK 130/PMK.01/2011 tentang Pemerintah dapat memberikan fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Pajak (tax holiday).
2.      PP No 52 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas PP 1 Tahun 2007 tentang fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu atau daerah tertentu. Fasilitas ini memberikan keringanan pajak (tax alowance).

B.        Konservasi Energi
Konservasi energi bermakna berapa besar energi yang dihemat untuk menghasilkan keluaran yang sama yang bertujuan menciptakan ketahanan energi nasiona. Tujuan yang lebih terinci bahwa konservasi energi dapat mewujudkan kemandirian energi bangsa, terjaminnya energi nasional, dan kemertaan distribusi energi yang adil. Untuk itu pemerintah membuat regulasi untuk mendorong proses konservasi energi.
Regulasi yang diberlakukan adalah sebagai berikut (KESDM, 2014).
1.      UU No. 30 Tahun 2007 tentang energi
2.      UU No. 30 Tahun 2000 tentang ketengalistrikan
3.      PP No. 70 Tahun 2009 tentang konservasi energi
4.      Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional
5.      Permen ESDM No. 6 Tahun 2011 tentang pelabelan hemat energi untuk lampu swabalast
6.      Permen ESDM No. 1 Tahun 2013 tentang pengendalian penggunaan BBM
7.      Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 tentang manajemen energi

C.        Bioenergi
Indonesia merupakan salah satu negara agraris dan penduduk terbesar di dunia. Ini menunjukkan bahwa sumber sampah organik akan melimpah sehingga Indonesia merupakan negara yang berpotensi sebagai penghasil bioenergi terbesar. Namun, bioenergi belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data statistik KESDM tahun 2015 produksi biodiesel dari dari tahun 2014 ke 2015 mengalami penurunan serta kapaitas produksi bioetanol yang terpasang relatif tetap. Untuk itu, pemerintah berupaya mengoptimalkan dengan mlancarkan regulasi.

Regulasi yang diberlakukan adalah sebagai berikut (KESDM, 2014).
1.      Permen ESDM No. 27 Tahun 2014 tentang pembelian tenaga listrik dan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) dan pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) oleh PT PLN (Persero)
2.      Permen ESDM No. 19 Tahun 2013 tentang pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dari pembangkit listrik berbasis sampah kota.
3.      Permen ESDM No 32 Tahun 2006 tentang penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain
4.      Keputusan Dirjen EBTKE No. 830 K/10/DJE/2013 tentang standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar nabati teresterifikasi parsial untuk motor diesel putaran sedang
5.      SNI 7182:2012 tentang biodiesel
6.      SNI 7926:2013 tentang kinerja tungu biomassa
7.      SNI 7390:2012 tentang bioetanol terdenaturasi untuk gasohol

Sehingga dengan adanya regulasi tentang ketiga aspek tersebut dapat mendorong tercapainya ketersediaan energi bersih nasional dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Info seputar energi dan sumber daya mineral dapat mengunjungi website Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia di www.esdm.go.id

       #15HariCeritaEnergi
       #HariKedelapan
       #KESDMRI


Referensi

Kementrian ESDM.2014.Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Potensi dan Peluang Investasi. Halaman 1-7
Kementrian ESDM.Program Strategis EBTKE dan Ketenagalistrikan.2016.Jurnal Energi 2016 Edisi 2. Halaman 5-10

Kementrian ESDM.2016. Statistik EBTKE 2016. Halaman 28-44

No comments:

Post a Comment